-->

It Doesn’t Matter How Much Your Tax Payment

Sebagai pembuka, saya akan memberikan fakta yang sungguh memprihatinkan sekaligus mencengangkan.
Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 250 juta
Jumlah penduduk bekerja 93,72 juta.
Jumlah wajib pajak kurang lebih 36 juta.
Jumlah wajib pajak lapor sebanyak kurang lebih 16,5 juta.
Jumlah wajib pajak bayar sebanyak kurang lebih 2 juta.
Sedangkan, jumlah pegawai pajak 39 ribu.
Data dan fakta di atas bisa ditarik simpulan,  (1) kepatuhan wajib pajak rendah baik bayar maupun lapor pajak (2) masih banyak masyarakat yang belum menjadi wajib pajak.  Target pajak hampir pasti selalu meningkat, namun kondisi perekonomian tak selalu meningkat. Kondisi tersebut diperparah dengan rendahnya kepatuhan pajak. Rendahnya kepatuhan tersebut memperluas deviasi antara target pajak dengan realisasi penerimaan pajak. Banyak yang berpendapat bahwa target pajak terlalu tinggi. Terlepas dari pendapat tersebut, target tersebut disusun dengan berbagai asumsi ekonomi. Tidak penting memperdebatkan target, yang terpenting adalah, bagaimana semua elemen negara berkomitmen untuk dapat bersinergi mencapai target penerimaan pajak.
            Voluntary compliance is all about what should taxpayer do, but in fact? Voluntary compliance secara teori memang terlihat indah sekali. Namun pada tataran praktik, tidak selalu demikian. Ada masyarakat yang taat ada masyarakat yang kurang taat, ada pula masyarakat yang tidak taat. Ada masyarakat yang tidak perlu diawasi, ada masyarakat yang perlu diawasi. Maka, tentunya perlu diciptakan konsep yang seimbang mengenai bagaimana instrumen power dan trust diterapkan. Voluntary compliance dibangun dengan maksimal, kemudian enforce compliance juga haru diterapkan. Keduanya diterapkan secara seimbang.
            Inklusi pajak pada kurikulum pendidikan. Inklusi pajak pada kurikulum pendidikan diharapkan dapat memberikan pengetahuan generasi muda penerus bangsa tentang apa itu pajak, mengapa harus membayar pajak, bagaimana cara patuh pajak. Simpelnya, kids jaman now diberikan pengetahuan yang memadai agar bisa membedakan mana pajak penghasilan, mana pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, serta pajak-pajak lainnya. Kurikulum patuh pajak ini perlu dimasukkan dalam pembelajaran sejak taman kanak-kanak sampai dengan SMA. Pada taman kanak-kanak misalnya, diberikan simulasi tentang pentingnya memberi, bergotong royong, serta taat kepada peraturan. Pada jenjang berikutnya, akan lebih secara teknis disesuaikan dengan level pendidikannya. Sehingga, sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang kids jaman now ini akan menjadi wajib pajak yang ngerti dan patuh pajak. Saya yakin bisa, kalau beberapa dari kita ditanya, “apa nama kerajaan pertama di Indonesia?” pasti akan sepakat menjawab Kerajaan Kutai. Begitulah mudahnya menanam pengetahuan pada kurikulum sekolah sehingga  diharapkan pengetahuan masyarakat akan pajak menjadi meningkat.
            Inklusi pajak pada layanan pemerintah. Pengetahuan dan kepatuhan pajak bisa ditingkatkan melalui mekanisme tax clearance  atau sekarang dikenal dengan nama Konfirmasi Status Wajib Pajak. Semua layanan pemerintah diharapkan sudah menerapkan ini, Misalnya pada perizinan usaha, perlu dipastikan kewajiban pajaknya. Sudahkah terdaftar, sudahkah melapor, sudahkah membayar. Apabila diterapkan pada level kecamatan, paling tidak itu dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dan pengetahuan pajaknya. Masyarakat di-enforced untuk patuh pajak melalui mekanisme persyaratan layanan pemerintah. Nantinya diharapkan akan berubah menjadi voluntary compliance.
            Pertukaran data instansi pemerintah. Sesama instansi pemerintah, tetapi faktanya masing-masing keukeuh merahasiakan data masing-masing. Padahal informasi perbankan yang jelas-jelas diperlukan kerahasiaan, dikecualikan kerahasiaannya untuk keperluan perpajakan. Informasi dari instansi pemerintahan diharapkan dapat meningkatkan unsur power pada DJP agar masyarakat yang belum patuh pajak dapat dilakukan himbauan untuk patuh pajak. Pertukraran data saat ini pun harus melalui mekanisme MoU padahal jelas-jelas ada aturan mengenai pemberian data untuk tujuan perpajakan. Yaitu PP 31 tahun 2012 jelas bahwa instansi pemerintah memberikan data dan informasi untuk tujuan perpajakan. Namun pada praktiknya, belum berjalan optimal.
            It doesnt matter how much your tax payment, the most important thing is how much you care of your country. Inklusi pajak pada kurikulum pendidikan, inklusi pajak pada layanan pemerintah, dan pertukaran data instansi pemerintah dapat menjadi solusi pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan pengetahuan masyarakat tentang pajak. Jika sudah “tahu” maka diharapkan akan menjadi “dekat”. Sedari dini dipupuk pengetahuannya tentang pajak, serta mindset nya tentang pentingnya bergotong royong membangun negara. Pelajaran sejarah tak hanya memberikan pemahaman mengenai pencapaian kemerdekaan, tetapi ditekankan pada bagaimana mempertahankan kemerdekaan melalui pajak. Layanan pemerintah yang disertai dengan tax clearence diharapkan dapat memaksan masyarakat untuk ke kantor pajak, sehingga menjadi tahu dan menjadi kenal kemudian “dekat”. Pertukaran data dari instansi pemerintah merupakan bentuk komitmen sinergi antar instansi pemerintah bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar yang dapat dianalogikan sebagai “darah” bagi kegiatan pembangunan.  Sekali lagi, It doesnt matter how much your tax payment, the most important thing is how much you care of your country.
           
           
           

Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments